Daerah Hanya Kebagian Sisa Frekuensi
Perkembangan TV lokal tak terlepas dari peran dan
dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kesempatan yang sama
tanpa pembedaan dari sisi aturan, sangat didambakan penyelenggara
lembaga penyiaran lokal agar tercipta kompetisi yang sehat.
Dalam waktu dekat, jika tidak ada perubahan lagi, TV
lokal akan dapat bersanding sejajar dengan stasiun TV yang semula
bersifat nasional. Pasalnya, mulai 28 Desember 2009, tidak akan lagi
dikenal TV nasional, tetapi hanya TV lokal dan TV lokal berjaringan.
Jadi, TV nasional yang kita kenal sekarang ini, misalkan RCTI, akan
menjadi RCTI Jakarta atau sesuai dengan daerah siarannya. Setiap TV
lokal itu nantinya bisa juga berjaringan dengan TV lokal lain (TV lokal
berjaringan).
Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat mengatakan,
TV lokal boleh berjaringan sebagai anggota atau induk jaringan. "Misal
TV di Bandung, boleh berjaringan dengan TV di luar provinsi tersebut.
Bisa dalam bentuk pertukaran program acara atau pembagian pendapatan
iklan atas tayangan yang sama. Namun, konsep ini tetap tidak menutup
akses informasi nasional atau internasional," ujar Dadang yang
mengatakan pemerintah menunda konsep tersebut sejak 28 Desember 2007 .
Para penyelenggara lembaga penyiaran menyambut baik
rencana pemerintah tersebut. Pasalnya dengan kebijakan tersebut, dapat
memperluas jaringan TV lokal dengan posisi yang setara antarstasiun TV.
"Saya setuju sekali karena itu artinya dakwah bisa lebih luas lagi," ujar Sekretaris Direksi MQTV Ade Wartono.
Anggota Komisi I DPR RI Dedy Jamaludin mengatakan,
TV lokal berjaring ini merupakan sebuah win-win solution atas
kepemilikan industri televisi di Indonesia. Selain itu, diversity of
content dan diversity of ownership dapat terwujud dengan pemerataan
pendapatan daerah melalui iklan.
Namun, dengan pemberlakuan itu, Guru Besar
Komunikasi Fikom Unpad Deddy Mulyana mengingatkan para penyelenggara
lembaga penyiaran untuk mempersiapkan diri dari sekarang. "Rekrut dan
latih karyawan mulai sekarang. Jangan sampai sudah diberi kesempatan,
tetapi malah kedodoran. Dibutuhkan orang beridealisme tinggi, bukan
yang mengejar untung semata," kata Dekan Fikom Unpad itu.
**
Saat ini, beberapa TV lokal yang sudah on air di
Jabar antara lain Bandung TV, Pajajaran TV, Sunda TV, Manajemen Qalbu
TV, IMTV, CTTV, dan Spacetoon (Bandung), Cirebon TV, Jatiluhur TV
(Purwakarta), Cakrabuana TV (Depok), ATV (Sukabumi), dan Megaswara TV
(Bogor).
Selain stasiun TV yang sudah on air, tercatat ada 38
pemohon lembaga penyiaran TV lokal di KPID Jabar. Angka tersebut
menunjukkan gairah yang tinggi akan pengembangan TV lokal. Sayangnya,
antusiasme itu terbentur pada sulitnya perolehan izin penyelenggaraan
penyiaran (IPP) yang kewenangannya ada di pemerintah pusat melalui
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Dirjen Postel).
IPP ini berkaitan dengan pemberian alokasi frekuensi
sebagai kepastian hukum bagi penyelenggaraan penyiaran TV lokal. Dengan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007 tentang Pembagian
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, alokasi frekuensi mutlak
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dari data KPID Jabar, saat ini ada
sekitar 250 lembaga penyiaran (radio ataupun TV) yang menunggu IPP.
Mantan Kepala Balai Pengawasan Spektrum Frekuensi
Radio Dinas Perhubungan (Dishub) Jabar Suparman Yamin mengatakan,
dengan pengaturan sekaligus pelaksana oleh pusat, tidak memberi
kesempatan sedikit pun bagi daerah untuk mengaplikasikan teknologi
frekuensi.
"Padahal, daerah juga punya alat dan pengetahuan yang sama," ujar Suparman.
Namun, aturan itu justru mempersulit penyelenggara
lembaga penyiaran. "Kalaupun pusat menginginkan sebagai pengatur,
pelaksananya daerah saja sehingga tidak menyulitkan proses," katanya.
Deddy Mulyana menuturkan, pemerintah pusat harus
adil kepada daerah. "Potensi daerah harus diperhatikan. Gubernur juga
harus melobi pusat," ujarnya.
Saat ini, KPI bersama pemerintah sedang mendata
lembaga penyiaran untuk penyelarasan frekuensi. Pengembangan TV pun
diarahkan kepada sistem digitalisasi sehingga tidak terlalu bergantung
pada frekuensi. Pasalnya, TV digital bisa menggunakan frekuensi
bersama-sama, berbeda dengan sistem analog seperti sekarang.
Sebagai gambaran, data di Dishub menunjukkan dari 15
kanal, 11 di antaranya digunakan oleh TV nasional. Daerah hanya
memanfaatkan sisanya.